Beranda
Rabu, 18 Januari 2012

Silsilah Tanya Jawab Tentang Syi'ah Bag. 4

0 komentar
Pertanyaan 6: Bagaimana keyakinan para ulama Syi’ah tentang ta’wil Al-Qur’an?

Jawaban:

Pertama: Para ulama Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an memiliki banyak makna batin yang berbeda dengan zhahirnya:

Karena itu mereka meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa keduanya berkata – dan ini mustahil - :

 إِنَّ لِلْقُرْآنِ ظَهْراً وَبَطْنًا

“Sesungguhnya Al-Qur’an memiliki zhahir dan batin.”(1)

Catatan:

Sesungguhnya hal yang mendorong para ulama Syi’ah menuju keyakinan ini adalah: bahwasanya Kitabullah sama sekali tidak menyebut para imam mereka yang dua belas. Tidak pula menyebut musuh-musuh mereka dari kalangan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini tentu saja membuat gerah para ulama Syi’ah dan mengacaukan perkara mereka. Meskipun demikian, mereka tetap menegaskan bahwasanya Al-Qur’an tidak ada sedikitpun menyebut imam-imam mereka. Al-‘Ayyasyi meriwayatkan:

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ: لَوْ قَدْ قُرِأَ الْقُرْآنُ كَمَا أُنْزِلَ، لَأَلْفَيْتَنَا فِيْهِ مُسَّمَّيْنَ

Dari Abu Abdillah ‘alaihis salam dia berkata: “Seandainya Al-Qur’an dibaca sebagaimana turunnya, niscaya engkau akan mendapati nama-nama kami disebut di dalamnya.”(2)

Perhatikanlah semoga Allah Ta’ala memberikanku beserta engkau hidayah menuju jalan yang lurus:

Pertama-tama: bahwasanya sebuah ayat memiliki makna zhahir (tersurat) dan makna batin (tersirat)!

Kemudian menjadi lebih jauh lagi mereka berkata:

إِنَّ لِلْقُرْآنِ ظَهْراً وَبَطْناً وَلِبَطْنِهِ بَطْنٌ إِلَى سَبْعَةِ أَبْطُنٍ

“Sesungguhnya Al-Qur’an memiliki zhahir dan batin. Dan batin Al-Qur’an memiliki batin lagi hingga tujuh batin.”(3)

Kemudian melesetlah segala asumsi para ulama aliran Syi’ah. Mereka berkata: “Sesungguhnya di antara hal paling jelas, terang dan masyhur adalah: bahwasanya setiap ayat dari Kalamullah yang mulia dan setiap paragraf dari Kitabullah yang mulia memiliki zhahir dan batin, tafsir dan ta’wil. Bahkan setiap (satu ayat dan satu paragraf) sebagaimana hal tersebut tampak dari banyak riwayat: memiliki tujuh puluh tujuh batin. Banyak sekali hadits yang hampir mutawatir menunjukkan bahwa batinnya dan ta’wilnya, bahkan banyak dari ayat dan tafsirnya berkaitan tentang perkara para pemuka yang suci dan menampakkan keadaan para pemimpin terbaik, yakni Nabi terpilih beserta keluarga beliau para imam yang berbakti ‘alaihimu shalawatul malikil ghaffar. Bahkan kebenaran yang jelas sebagaimana tidak tersembunyi lagi bagi orang yang memiliki ilmu tentang rahasia-rahasia firman Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa yang diriwayatkan dari sumber ilmu orang-orang amanah Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Besar. Bahwasanya kebanyakan ayat-ayat tentang keutamaan, nikmat, pujian dan pemuliaan bahkan semuanya, adalah tentang mereka dan pada merekalah semua itu turun. Dan kebanyakan paragraf tentang celaan dan ancaman bahkan semuanya, tertuju untuk para penyelisih dan musuh mereka ... dan sesungguhnya Allah azza wa jalla meletakkan semua batin Al-Qur’an dalam dakwah Imamah (keimaman) dan Wilayah (kewalian), sebagaimana Allah letakkan kebanyakan zhahirnya pada dakwah tauhid, kenabian dan kerasulan.”(4)

Kedua: Mereka meyakini bahwa sebagian besar Al-Qur’an turun berkaitan tentang mereka dan musuh-musuh mereka dari kalangan para sahabat radhiyallahu ‘anhum:

Ulama mereka Al-Faidh Al-Kasyani (w 1091 H) berkata:

جُلُّ الْقُرْآنِ إِنَّمَا نَزَلَ فِيْهِمْ، وَفِيْ أَوْلِيَائِهِمْ وَأَعْدَائِهِمْ

“Sebagian besar Al-Qur’an tidak lain hanyalan turun tentang mereka, orang-orang yang loyal kepada mereka dan musuh-musuh mereka.”(5)

Bahkan ulama mereka Hasyim bin Sulaiman Al-Bahrani Al-Katkani (w 1107 H) mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu seorang disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 1154 kali. Dan dia menulis kitab yang ia beri tajuk: Al-Lawami’ An-Nuraniyyah Fi Asma’i ‘Aliy ‘Alaihis Salam Wa Ahli Baitihi Al-Qur’aniyyah. Kitab ini telah dicetak oleh Al-Mathba’ah Al-‘Ilmiyyah di Qum pada tahun 1394.

Catatan: Pembaca yang adil, seandainya Anda membolak-balik Al-Qur’an sambil menyertakan seluruh kamus bahasa arab, niscaya Anda tidak akan menemukan satu namapun dari imam-imam mereka yang berjumlah dua belas!!

Kemudian masalahnya berkembang lagi di kalangan para ulama Syi’ah sebagaimana kebiasaan mereka dalam mengembangkan keadaan dan kedustaan! Mereka membagi Al-Qur’an menjadi empat bagian. Hujjah mereka Al-Kulaini berkata:

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ: إِنَّ الْقُرْآنَ نَزَلَ أَرْبَعَةَ أَرْبَاعٍ: رُبُعُ حَلاَلٌ، وَرُبُعٌ حَرَامٌ، وَرُبُعٌ سُنَنٌ وَأَحْكَامٌ، وَرُبُعٌ خَبَرُ مَا كَانَ قَبْلَكُمْ وَنَبَأُ مَا يَكُوْنُ بَعْدَكُمْ، وَفَصْلُ مَا بَيْنَكُمْ

“Dari Abu Abdillah ‘alaihis salam dia berkata: “Sesungguhnya Al-Qur’an turun empat bagian: Seperempat (tentang) halal, seperempat (tentang) haram, seperempat (tentang) sunnah-sunnah dan hukum-hukum dan seperempat berita tentang umat sebelum kalian, berita tentang apa yang terjadi setelah kalian dan pemutusan perkara antara kalian.”(6)

Catatan: Lantas manakah penyebutan tentang para imam yang dua belas?

Sebagian ulama Syi’ah berusaha untuk meralat masalah ini, dimana tidak disebutnya imam mereka yang dua belas pada riwayat di atas. Maka ulama mereka Al-Kulaini menerbitkan sebuah riwayat yang berbunyi:

عَنِ اْلأَصْبَغِ بْنِ نُبَاتَةَ قَالَ: سَمِعْتُ أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَقُوْلُ: نَزَلَ الْقُرْآنُ أَثْلاَثاً: ثُلُثٌ فِيْنَا وَفِيْ عَدُوِّنَا، وَثُلُثٌ سُنَنٌ وَأَمْثَالٌ، وَثُلُثٌ فَرَائِضُ وَأَحْكَامٌ

“Dari Al-Ashbagh bin Nubatah dia berkata: “Aku mendengar Amirul Mukminin ‘alaihis salam berkata: “Al-Qur’an turun tiga bagian: sepertiga tentang kami dan musuh kami, sepertiga (tentang) sunnah-sunnah dan perumpamaan-perumpamaan dan sepertiga (tentang) fardhu-fardhu dan hukum-hukum.”(7)

Kemudian para ulama mereka meralat dan menambah bagian. Mereka berkata:

عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ: نَزَلَ الْقُرْآنُ أَرْبَعَةَ أَرْبَاعٍ: رُبُعٌ فِيْنَا, وَرُبُعٌ فِيْ عَدُوِّنَا، وَرُبُعٌ سُنَنٌ وَأَمْثَالٌ، وَرُبُعٌ فَرَائِضُ وَأَحْكَامٌ

“Dari Abu Ja’far ‘alaihis salam dia berkata: “Al-Qur’an turun empat bagian: seperempat tentang kami, seperempat tentang musuh kami, seperempat (tentang) sunnah-sunnah dan perumpamaan-perumpamaan dan seperempat (tentang) fardhu-fardhu dan hukum-hukum.”(8)

Sebagian muslimin mengkritisi bahwa para imam tersebut tidaklah memiliki keistimewaan tersendiri dalam Al-Qur’an yang membedakan mereka dengan para penyelisih mereka dari segi pembagian ini. Hal tersebut disadari oleh ulama mereka Al-‘Ayyasyi, maka dia menerbitkan riwayat keempat persis seperti di atas, hanya saja ditambahkan padanya:

وَلَنَا كَرَائِمُ الْقُرْآنِ

“Dan untuk kami kemuliaan-kemuliaan Al-Qur’an.”(9)

Hal ini telah diisyaratkan oleh Penulis Tafsir Ash-Shafi, dia berkata:

وَزَادَ الْعَيَّاشِي: وَلَنَا كَرَائِمُ الْقُرْآنِ

“Al-Ayyasyi menambahkan: “Dan untuk kami kemuliaan-kemuliaan Al-Qur'an.”

Referensi Utama:
Judul Asli    :عقائد الشيعة الإثني عشرية
Penulis        : Abdurrahman Bin Sa’d bin Ali Asy-Syatsri.
Penerbit    : Maktabah Ar-Ridhwan, cetakan IX, tahun 1430 H/ 2009 M.

_________________________________
1-    Tafsir Ash-Shafi karya Muhammad Al-Kasyani (w 109 H): I/ 30-31 (Al-Muqaddimah Ar-Rabi’ah: Fi nubadz mimma jaa’a fi ma’ani wujuhil ayat wa tahqiq al-qaul fil mutasyabih wa ta’wilih).
2-    Tafsir Al-‘Ayyasyi: I/ 25, hadits nomor 4 (Maa ‘uniya bihil a’immah minal qur’an).
3-    ‘awali Al-Lali’ Al-‘Aziziyyah Fil Ahadits Ad-Diniyyah karya Ibnu Abi Jumhur Al-Ahsa’i, salah seorang ulama mereka pada abad X: IV/ 107 (Al-Jumlah Ats-Tsaniyah: Fil Ahadits Al-Muta’alliqah Bil ‘Ilmi Wa Ahlihi Wa Hamilihi) dan Tafsir Ash-Shafi: I/ 31 (Al-Muqaddimah Ar-Rabi’ah: Fi Nubadz Mimma Jaa’a Fi Ma’ani Wujuhil Ayat Wa Tahqiqul Qaul Fil Mutasyabih Wa Ta’wilih).
4-    Mukaddimah Tafsir Al-Burhan yang disebut Mir’atul Anwar Wa Misykatul Asrar (hal. 5) karya Ali bin Muhammad Al-Fatuni Al-‘Amili (w 1140 H). Para ulama mereka mensifati Al-Fatuni sebagai: “Al-Hujjah dan bahwasanya kitabnya belum pernah dikerjakan dan ditulis semisalnya.” Silahkan lihat Mustadrak Al-Wasa’il: III/ 385, Adz-Dzari’ah: XX/ 264 nomor 2893, dan bahwasanya dia: “Salah seorang faqih besar mereka yang pada generasi belakangan.” Silahkan lihat Raudhatul Jannat Fi Ahwalil ‘Ulama Was Sadat: hal. 658 karya Muhammad Baqir Al-Khurasani (w 1313 H).
5-    Tafsir Ash-Shafi: I/ 24 (Al-Muqaddimah Ats-Tsalitsah: Fi Nubadz Mimma Ja’a Fi Anna Jullal Qur’an Innama Nazala Fihim Wa Fi Auliya’ihim Wa A’da’ihim Wa Bayani Sirri Dzalika).
6-    Ushul Al-Kafi: II/ 822 (Kitab Fadhlil Qur’an hadits 3 Bab An-Nawadir).
7-    Ushul Al-Kafi: II/ 822 (Kitab Fadhlil Qur’an hadits 2 Bab An-Nawadir) dan Al-Lawami’ An-Nuraniyyah Fi Asma’i ‘Aliy ‘Alaihis Salam Wa Ahli Baitihi Al-Qur’aniyyah (hal. 25) karya Hasyim bin Sulaiman Al-Bahrani (w 1107 H).
8-    Ushul Al-Kafi: II/ 822 (Kitab Fadhlil Qur’an hadits 4 Bab An-Nawadir).
9-    Tafsir Al-‘Ayyasyi: I/ 20 hadits 1 (Fima Unzila Al-Qur’an).

Sumber: Al-Ustadz Sufyan Saladin Hafizhahullah.
Continue reading →
Selasa, 17 Januari 2012

Silsilah Tanya Jawab Tentang Syi’ah: Bag. 3

0 komentar
Pertanyaan 5: Adakah seorang ulama Syi’ah yang berpendapat bahwa salah seorang imam mereka bisa menghapus Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya atau mengkhususkan keumumannya?

Jawaban: Ya, dan bahkan jumlah mereka banyak!! Karena itu ulama mereka Muhammad Al Kasyif Githa’ berkata:

إِنَّ حِكْمَةَ التَّدْرِيْجِ اِقْتَضَتْ بَيَانَ جُمْلَةٍ مِنَ اْلأَحْكَامِ وَكِتْمَانَ جُمْلَةٍ, وَلَكِنَّهُ سَلاَمُ اللهِ عَلَيْهِ أَوْدَعَهَا عِنْدَ أَوْصِيَائِهِ, كُلُّ وَصِيٍّ يَعْهَدُ بِهِ إِلَى اْلآخَرِ لِيَنْشُرَهُ فِي الْوَقْتِ الْمُنَاسِبِ لَهُ حَسْبَ الْحِكْمَةِ مِنْ عَامٍ مُخَصَّصٍ, أَوْ مُطْلَقٍ مُقَيَّدٍ, أَوْ مُجْمَلٍ مُبَيَّنٍ, إِلَى أَمْثَالِ ذَلِكَ, فَقَدْ يَذْكُرُ النَّبِيُّ عَامًّا, وَيَذْكُرُ مُخَصِّصَهُ بَعْدَ بُرْهَةٍ مِنْ حَيَاتِهِ, وَقَدْ لاَ يَذْكُرُهُ أَصْلاً, بَلْ يُوْدِعُهُ عِنْدَ وَصِيِّهِ إِلَى وَقْتِهِ.

“Sesungguhnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memiliki konsekwensi dijelaskannya sejumlah hukum dan disembunyikannya sejumlah hukum yang lain. Namun dia salamullah ‘alaihi menitipkannya pada orang-orang yang diwasiatkannya. Setiap orang yang diwasiati menyampaikannya kepada yang lain untuk menyebarkannya pada waktu yang tepat sesuai dengan hikmah dari hukum umum yang dikhususkan, atau mutlak yang dibatasi, atau global yang diperinci, dan semisalnya. Terkadang Nabi menyebut sesuatu yang umum, lalu beliau menyebutkan pengkhususannya setelah beberapa masa dari kehidupannya. Bisa pula sama sekali tidak beliau sebutkan, namun beliau titipkan pada orang yang beliau wasiatkan hingga tiba waktunya.”(1)

Pendapat ini didasari oleh keyakinan mereka bahwa seorang imam adalah penjaga Al-Qur’an sekaligus sebagai Al-Qur’an yang berbicara.

Mereka mengklaim bahwa Ali berkata:

  هَذَا كِتَابُ اللهِ الصَّامِتُ وَأَنَا كِتَابُ اللهِ النَّاطِقُ

“Ini adalah Kitab Allah yang tidak berbicara dan aku adalah Kitab Allah yang berbicara.”(2)
Mereka juga mengklaim bahwa para imam mereka adalah:

خَزَنَةُ عِلْمِ اللهِ وَعَيْبَةُ وَحْيِ اللهِ وَأَهْلُ دِيْنِ اللهِ وَعَلَيْنَا نَزَلَ كِتَابُ اللهِ وَبِنَا عُبِدَ اللهُ وَلَوْ لاَنَا مَا عُرِفَ اللهُ.

“Para penjaga ilmu Allah, wadah wahyu Allah, ahli agama Allah, atas kami turun Kitabullah, dengan kami Allah diibadahi dan seandainya bukan karena kami niscaya Allah tidak akan dikenali.”(3)

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

وَحَفَظَةُ سِرِّ اللهِ

“Para penjaga rahasia Allah.”(4)

 Dan dalam riwayat yang lain disebutkan:

وَلاَ يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلاَّ بِنَا

“Dan tidaklah bisa diraih apa yang ada di sisi Allah melainkan dengan kami.”(5)

Catatan: Berdasarkan hal tersebut sesungguhnya masalah pengkhususan keumuman Al-Qur’an, pembatasan kemutlakanannya atau penghapusannya menurut para ulama Syi’ah adalah masalah yang tidak terhenti dengan wafat Rasul , sebab nash nabawi dan syari’at ilahi tetap berlangsung ... dst.

Maka para ulama Syi’ah berkeyakinan sebagaimana diungkapkan oleh ulama mereka Muhammad

Al-Mazandarani:

إِنَّ حَدِيْثَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ اْلأَئِمَّةِ الطَّاهِرِيْنَ قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَلاَ اخْتِلاَفَ فِيْ أَقْوَالِهِمْ كَمَا لاَ اخْتِلاَفَ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى, وَجْهُ اْلاِتِّحَادِ ظَاهِرٌ لِمَنْ لَهُ عَقْلٌ سَلِيْمٌ, وَطَبْعٌ مُسْتَقِيْمٌ
.
“Sesungguhnya hadits setiap orang dari kalangan para imam yang suci adalah firman Allah . Tidak ada pertentangan dalam ucapan-ucapan mereka sebagaimana tidak ada pertentangan dalam firman Allah Ta’ala.

Bentuk kesatuannya jelas bagi orang yang memiliki akal sehat dan tabi’at yang lurus.”(6)

Dia juga berkata:

فَإِنْ قُلْتَ: يَجُوْزُ مَنْ سَمِعَ حَدِيْثاً عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ أَنْ يَرْوِيَهُ عَنْ أَبِيْهِ أَوْ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَجْدَادِهِ، بَلْ يَجُوْزُ أَنْ يَقُوْلَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى!
قُلْتُ: هَذَا حُكْمٌ آخَرُ غَيْرُ مُسْتَفَادٍ مِنْ هَذَا الْحَدِيْثِ, نَعَمْ, يُسْتَفَادُ مِمَّا ذُكِرَ سَابِقًا مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ بَصِيْرٍ وَرِوَايَةِ جَمِيْلٍ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ جَوَازُ ذَلِكَ بَلْ أَوْلَوِيَّتُهُ.

“Jika Anda berkata: Berdasarkan hal ini maka boleh orang yang mendengar satu hadits dari Abu Abdillah untuk meriwayatkannya dari ayahnya atau dari salah seorang kakeknya, bahkan dia boleh berkata: “Allah Ta’ala berfirman”!

Aku katakan bahwa ini adalah hukum lain yang tidak diambil dari hadits ini. Benar, bisa dipetik dari apa yang telah disebutkan tadi dari riwayat Abu Bashir dan riwayat Jamil dari Abu Abdillah bolehnya hal tersebut dan bahkan utamanya hal tersebut.”(7)

Ulama mereka Al-Kulaini membuat satu bab:

بَابُ: اَلتَّفْوِيْضِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَإِلَى اْلأَئِمَّةِ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فِيْ أَمْرِ الدِّيْنِ

“Bab menyerahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi dan kepada para imam ‘alaihimus salam perkara agama.”(8)

Catatan:
Bagi yang mencermati ucapan ini serta menguraikan dimensinya akan mendapati bahwa tujuan dari hal tersebut adalah merubah agama Islam dan Syari’at Penghulu Manusia , yang dilakukan oleh para ulama Syi’ah atau sebagian mereka atau oleh orang-orang bodoh di kalangan mereka atau dan seterusnya! Kenapakah mereka tidak berpegang kepada apa yang mereka riwayatkan dari Nabi dan dari para imam bahwa mereka berkata:

 إِذَا جَاءَكُمْ مِنَّا حَدِيْثَانِ فَاعْرِضُوْهُمَا عَلَى كِتَابِ اللهِ، فَمَا وَافَقَ كِتَابَ اللهِ فَخُذُوْهُ، وَمَا خَالَفَهُ فَاطْرَحُوْهُ

“Jika datang kepada kalian dari kami dua hadits, maka timbanglah keduanya dengan Kitabullah. Mana yang sesuai dengan Kitabullah maka ambillah dan mana yang menyelisihinya buanglah.”(9)

Hendaklah mereka mengingat firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يَالَيْتَنَا أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُوْلَا (66) وَقَالُوْا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا (67) رَبَّنَا ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا (68)
 [الأحزاب: 66-68]

Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata;:"Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS. Al-Ahzab: 66-68).

Referensi Utama:
Judul Asli    :عقائد الشيعة الإثني عشرية
Penulis        : Abdurrahman Bin Sa’d bin Ali Asy-Syatsri.
Penerbit    : Maktabah Ar-Ridhwan, cetakan IX, tahun 1430 H/ 2009 M.

________________________________
1-    Ashlu Asy-Syi’ah Wa Ushuluha hal. 81 (Tamhid Wa Tathi’ah).
2-    Al-Fushul Al-Muhimmah Fi Ushul Al-A’immah (II/ 595 hadits nomor 5 bab ‘Admu jawaz istinbath syai’in minal ahkam an-nazhariyyah min zhawahir Al-Qur’an illa ba’da ma’rifati tafsiriha wa nasikhiha wa muhkamiha wa mutasyabihiha minal a’immah ‘alaihimus salam) dan Wasa’il Asy-Syi’ah Ila Tahshil Masa’il Asy-Syari’ah (XVIII/ 323 hadits nomor 12, bab tahrimul hukmi bighairil kitab was sunnah wa wujubi naqdhil hukmi ma’a zhuhuril khatha’. Keduanya karya Muhammad bin Al-Hasan Al-Hur Al-‘Amili (w 1104 H).
3-    Basha’ir Ad-Darajat Al-Kubra Fi Fadha’il Ali Muhammad Shalawatullah ‘Alaihim Ajma’in karya Abu Ja’far Muhammad bin Al-Hasan bin Farrukh Ash-Shaffar (w 290 H): I/ 138, hadits nomor 3 (bab Fil A’immah Wa Annahum Hujjatullah Wa Babullah Wa Wulatu Amrillah Wa Wajhullah Alladzi Yu’ta Minhu Wa Janbullah Wa ‘Ainullah Wa Khazanatu ‘Ilmih Jalla Jalaluhu Wa ‘Amma Nawaluhu) dan Ushul Al-Kafi: I/ 138 hadits nomor 1 (Bab annal a’immah ‘alaihimus salam wulatu amrillah wa khazanatu ‘ilmih).
4-    Al-Baladul Amin Wad Dir'ul Hashin karya Ibrahim Al-Kaf’ami (w 900 H): hal. 418 (Az-Ziyarah Al-Jami’ah) dan Mustadrak Al-Wasa’il: I/ 404 nomor hadits umum 12262 nomor khusus 5 (Bab nawadir ma yata’llaq bil mazar).
5-    I’lamul Wara Bi A’lamil Huda karya Al-Fadhl bin Al-Hasan Ath-Thabrasi (w 548 H): hal. 274 (Ar-Ruknu Ats-Tsalits: Fi dzikril imam al-baqir ‘alaihis salam, al-fashlur rabi’: fi dzikri tharfin min manaqibihi wa khasha’ishihi wa nubadz min akhbarihi).
6-    Syarh Ushul Al-Kafi karya Muhammad Shalih Al-Mazandarani (w 1081 H): II/ 225 (bab riwayatul kutub wal hadits wa fadhlul kitabah wat tamassuk bil kutub).
7-    Referensi di atas.
8-    Ushul Al-Kafi: I/ 191-194 (Kitabul Hujjah), disebutkan dalamnya sepuluh hadits.
9-    Al-Istibshar Fima Ikhtalafa Fihi Minal Akhbar karya Abu Ja’far Muhammad bin Al-Hasan Ath-Thusi (w 460 H) yang dijuluki di kalangan mereka sebagai Syaikh Tha’ifah (Syaikh Kelompok): I/ 144-145 hadits nomor 9 (bab al-khamr yushibu ats-tsaub wan nabidz al-muskir) dan Wasa’il Asy-Syi’ah: XIV/ 441 hadits nomor 3 (Bab anna man tazawwaja imra’atan hurrimat ‘alaihi ummuha wa jaddatuha wa in lam yadkhul biha).

Sumber: Al-Ustadz Sufyan Saladin hafizhahullah.
Continue reading →
Senin, 16 Januari 2012

Silsilah Tanya Jawab Tentang Syi’ah: Bag. 2

0 komentar
Pertanyaan 3: Tolong perkenalkan kepada kami siapakah para imam dua belas yang menjadi keyakinan Syi’ah Imamiyah.

Jawaban:

1.    Yang paling pertama adalah: Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, kuniyahnya Abul Hasan dan mereka menjulukinya Al-Murtadha. Lahir tahun 23 sebelum hijrah dan syahid pada tahun 40 H.

2.    Puteranya, yaitu Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu. Kuniyahnya Abu Muhammad dan julukannya Az-Zaki (2-50 H).

3.    Puteranya, yaitu Al-Husain radhiyallahu ‘anhu. Kuniyahnya Abu Abdillah dan julukannya Asy-Syahid (3-61 H).

4.    Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Muhammad dan julukannya Zainul Abidin rahimahullah (38-95 H).

5.    Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Ja’far dan dijuluki Al-Baqir rahimahullah (57-114 H).

6.    Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Abdillah dan dijuluki Ash-Shadiq rahimahullah (83-148 H).

7.    Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Ibrahim dan dijuluki Al-Kazhim rahimahullah (128-183 H).

8.    Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abul Hasan dan dijuluki Ar-Ridha rahimahullah (148-203 H).

9.    Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Ja’far dan dijuluki Al-Jawwad rahimahullah (195-203 H).

10.    Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abul Hasan dan dijuluki Al-Hadi rahimahullah (212-254 H).

11.    Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abu Muhammad dan dijuluki Al-‘Askari rahimahullah (232-260 H).

12.    Muhammad bin Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kuniyahnya Abul Qasim dan mereka menjulukinya Al-Mahdi. Mereka mengklaim bahwa dia lahir pada tahun 255 atau 256 H dan mereka mengimani bahwa dia masih hidup sampai hari ini.(1)

Pertanyaan 4: Adakah kelompok Syi’ah yang berpendapat bahwa Jibril ‘alaihis salam telah salah dalam menurunkan wahyu?

Jawaban: Ya. Kelompok Syi’ah Al-Ghurabiyah berkata:

أَنَّ مُحَمَّدًا ص كَانَ أَشْبَهَ بِعَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَامُ مِنَ الْغُرَابِ بِالْغُرَابِ, وَأَنَّ اللهَ بَعَثَ جِبْرِيْلَ بِالْوَحْيِ إِلَى عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَامُ, فَغَلَطَ جِبْرِيْلُ وَأَنْزَلَ الْوَحْيَ عَلَى مُحَمَّدٍ ص.

“Sesungguhnya Muhammad SAW lebih mirip dengan Ali ‘alaihis salam daripada seekor gagak dengan gagak lainnya. Dan Allah mengutus Jibril untuk membawa wahyu menuju Ali ‘alaihis salam, namun Jibril salah sehingga dia menurunkan wahyu kepada Muhammad SAW.”(2)

Catatan Penting: Adakah perbedaan antara ucapan Al-Ghurabiyyah dengan para ulama Itsnai ‘Asyariyyah, yang diriwayatkan oleh ulama mereka Al-Kulaini bahwa seorang lelaki bertanya kepada Abu Ja’far:

وَمَا يَكْفِيْهِمُ الْقُرْآنُ؟ قَالَ: بَلَى إِنْ وَجَدُوْا لَهُ مُفَسِّرًا. قَالَ: وَمَا فَسَّرَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ؟ قَالَ: بَلَى قَدْ فَسَّرَهُ لِرَجُلٍ وَاحِدٍ, وَفَسَّرَ لِلأُمَّةِ شَأْنَ ذَلِكَ الرَّجُلِ وَهُوَ عَلِيُّ بْنُ أَبِيْ طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ.

“Apakah Al-Qur’an tidak cukup bagi mereka?”
Dia berkata: “Tentu saja cukup jika mereka mendapati tafsirnya.”
Lelaki itu berkata: “Apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi tidak menafsirkannya?”
Dia berkata: “Tentu saja beliau telah menafsirkannya kepada satu orang. Lalu beliau tafsirkan kepada umat kedudukan lelaki tersebut, yaitu Ali bin Abi Thalib ‘alaihis salam.”(3)

Karena itu para ulama Syi’ah menamakan Al-Qur’an sebagai اَلْقُرْآنُ الصَّامِتُ (Al-Qur’an yang tidak berbicara), sedangkan seorang imam adalah اَلْقُرْآنُ النَّاطِقُ (Al-Qur’an yang berbicara).
Para ulama mereka meriwayatkan bahwa Ali radhiyallhu ‘anhu berkata – tentu hal ini tidak mungkin diucapkannya - :

 هَذَا كِتَابُ اللهِ الصَّامِتُ وَأَنَا كِتَابُ اللهِ النَّاطِقُ

“Ini adalah Kitab Allah yang tidak berbicara dan aku adalah Kitab Allah yang berbicara.”(4)

Ulama mereka Al-‘Ayyasyi meriwayatkan:

عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ فِيْ قَوْلِ اللهِ: ﴿ فَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِيْ أُنْزِلَ إِلَيْهِ﴾ قَالَ أَبُوْ جَعْفَر عَلَيْهِ السَّلَامُ: ﴿ النُّوْرَ ﴾عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَامُ.

Dari Abu Bashir tentang firman Allah: “Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya.”(5) Abu Ja’far ‘alaihis salam berkata: “Cahaya terang” adalah Ali ‘alaihis salam.”(6)

Kontradiksi:

عَنْ أَبِيْ خَالِدٍ اَلْكَابِلِيِّ قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ عَنْ قَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿ فَئَامِنُوْا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَالنُّوْرِ الَّذِيْ أَنْزَلْنَا ﴾ فَقَالَ: يَا أَبَا خَالِدٍ: اَلنُّوْرُ وَاللهِ اَلأَئِمَّةُ مِنْ آلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ, وَهُمْ وَاللهِ نُوْرُ اللهِ الَّذِيْ أُنْزِلَ.

Dari Abu Khalid Al-Kabili, dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Ja’far ‘alaihis salam tentang firman Allah: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya yang telah Kami turunkan.”(7) Dia menjawab: “Wahai Abu Khalid, demi Allah cahaya itu adalah para imam dari keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi hingga hari kiamat. Demi Allah merekalah cahaya Allah yang diturunkan.”(8)

Catatan:

Sesungguhnya kelompok Itsnai ‘Asyariyah telah memberikan Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu kerasulan tanpa mengklaim adanya kesalahan, namun mereka mengklaim bahwa kerasulan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah memperkenalkan Ali radhiyallahu ‘anhu saja!! Mereka berkata bahwa tugas Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menerangkan Al-Qur’an kepada Ali radhiyallahu ‘anhu sendiri! Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman:

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ [النحل: 44].

Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44).

Selanjutnya silahkan pembaca mencermati sendiri.

Referensi Utama:
Judul Asli    :عقائد الشيعة الإثني عشرية
Penulis        : Abdurrahman Bin Sa’d bin Ali Asy-Syatsri.
Penerbit    : Maktabah Ar-Ridhwan, cetakan IX, tahun 1430 H/ 2009 M.

_____________________________
1-    Silahkan lihat: Ushul Al-Kafi (I/ 402-403) Bab Maa jaa-a fil itsnai ‘asyara wan nash ‘alaihim karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini (w 328 H). Sebagian ulama mereka meyakini bahwa: “Al-Kafi diperlihatkan kepada Al-Qa’im shalawatullah ‘alaihi dan dia memujinya. Dia berkata: “كَافٍ لِشِيْعَتِنَا (Cukup untuk Syi’ah kami).” Silahkan lihat mukaddimah Al-Kafi hal. 25.
2-    Al-Maniyyah Wal Amal Fi Syarhil Milal Wan Nihal (hal. 30) karya Ahmad bin Yahya Al-Murtadha Az-Zaidi dan At-Tanbih War Radd ‘Ala Ahlil Ahwa’ Wal Bida’ (hal. 158) karya Abul Husain Muhammad bin Ahmad Al-Malthi.
3-    Ushul Al-Kafi (I/ 179, hadits nomor 5) bab Fi sya’ni: innaa anzalnaahu fi lailatil qadri wa tafsiruha.
4-    Al-Fushul Al-Muhimmah Fi Ushul Al-A’immah (II/ 595 hadits nomor 5 bab ‘Admu jawaz istinbath syai’in minal ahkam an-nazhariyyah min zhawahir Al-Qur’an illa ba’da ma’rifati tafsiriha wa nasikhiha wa muhkamiha wa mutasyabihiha minal a’immah ‘alaihimus salam) dan Wasa’il Asy-Syi’ah Ila Tahshil Masa’il Asy-Syari’ah (XVIII/ 323 hadits nomor 12, bab tahrimul hukmi bighairil kitab was sunnah wa wujubi naqdhil hukmi ma’a zhuhuril khatha’. Keduanya karya Muhammad bin Al-Hasan Al-Hur Al-‘Amili (w 1104 H).
5-    Al-A’raf: 157.-pent
6-    Tafsir Al-‘Ayyasyi karya Muhammad bin Mas’ud bin ‘Ayyasy As-Sullami (w 320 H): II/ 35 hadits nomor 88 (surat Al-A’raf).
7-    At-Taghabun: 8.-pent
8-    Ushul Al-Kafi (I/ 139 hadits nomor 1 bab Annal a’immah ‘alaihimus salam nurullah azza wa jalla).

Sumber: Al-Ustadz Sufyan Saladin hafizhahullah.
Continue reading →