Beranda
Selasa, 17 Januari 2012

Silsilah Tanya Jawab Tentang Syi’ah: Bag. 3

0 komentar
Pertanyaan 5: Adakah seorang ulama Syi’ah yang berpendapat bahwa salah seorang imam mereka bisa menghapus Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya atau mengkhususkan keumumannya?

Jawaban: Ya, dan bahkan jumlah mereka banyak!! Karena itu ulama mereka Muhammad Al Kasyif Githa’ berkata:

إِنَّ حِكْمَةَ التَّدْرِيْجِ اِقْتَضَتْ بَيَانَ جُمْلَةٍ مِنَ اْلأَحْكَامِ وَكِتْمَانَ جُمْلَةٍ, وَلَكِنَّهُ سَلاَمُ اللهِ عَلَيْهِ أَوْدَعَهَا عِنْدَ أَوْصِيَائِهِ, كُلُّ وَصِيٍّ يَعْهَدُ بِهِ إِلَى اْلآخَرِ لِيَنْشُرَهُ فِي الْوَقْتِ الْمُنَاسِبِ لَهُ حَسْبَ الْحِكْمَةِ مِنْ عَامٍ مُخَصَّصٍ, أَوْ مُطْلَقٍ مُقَيَّدٍ, أَوْ مُجْمَلٍ مُبَيَّنٍ, إِلَى أَمْثَالِ ذَلِكَ, فَقَدْ يَذْكُرُ النَّبِيُّ عَامًّا, وَيَذْكُرُ مُخَصِّصَهُ بَعْدَ بُرْهَةٍ مِنْ حَيَاتِهِ, وَقَدْ لاَ يَذْكُرُهُ أَصْلاً, بَلْ يُوْدِعُهُ عِنْدَ وَصِيِّهِ إِلَى وَقْتِهِ.

“Sesungguhnya hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memiliki konsekwensi dijelaskannya sejumlah hukum dan disembunyikannya sejumlah hukum yang lain. Namun dia salamullah ‘alaihi menitipkannya pada orang-orang yang diwasiatkannya. Setiap orang yang diwasiati menyampaikannya kepada yang lain untuk menyebarkannya pada waktu yang tepat sesuai dengan hikmah dari hukum umum yang dikhususkan, atau mutlak yang dibatasi, atau global yang diperinci, dan semisalnya. Terkadang Nabi menyebut sesuatu yang umum, lalu beliau menyebutkan pengkhususannya setelah beberapa masa dari kehidupannya. Bisa pula sama sekali tidak beliau sebutkan, namun beliau titipkan pada orang yang beliau wasiatkan hingga tiba waktunya.”(1)

Pendapat ini didasari oleh keyakinan mereka bahwa seorang imam adalah penjaga Al-Qur’an sekaligus sebagai Al-Qur’an yang berbicara.

Mereka mengklaim bahwa Ali berkata:

  هَذَا كِتَابُ اللهِ الصَّامِتُ وَأَنَا كِتَابُ اللهِ النَّاطِقُ

“Ini adalah Kitab Allah yang tidak berbicara dan aku adalah Kitab Allah yang berbicara.”(2)
Mereka juga mengklaim bahwa para imam mereka adalah:

خَزَنَةُ عِلْمِ اللهِ وَعَيْبَةُ وَحْيِ اللهِ وَأَهْلُ دِيْنِ اللهِ وَعَلَيْنَا نَزَلَ كِتَابُ اللهِ وَبِنَا عُبِدَ اللهُ وَلَوْ لاَنَا مَا عُرِفَ اللهُ.

“Para penjaga ilmu Allah, wadah wahyu Allah, ahli agama Allah, atas kami turun Kitabullah, dengan kami Allah diibadahi dan seandainya bukan karena kami niscaya Allah tidak akan dikenali.”(3)

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

وَحَفَظَةُ سِرِّ اللهِ

“Para penjaga rahasia Allah.”(4)

 Dan dalam riwayat yang lain disebutkan:

وَلاَ يُدْرَكُ مَا عِنْدَ اللهِ إِلاَّ بِنَا

“Dan tidaklah bisa diraih apa yang ada di sisi Allah melainkan dengan kami.”(5)

Catatan: Berdasarkan hal tersebut sesungguhnya masalah pengkhususan keumuman Al-Qur’an, pembatasan kemutlakanannya atau penghapusannya menurut para ulama Syi’ah adalah masalah yang tidak terhenti dengan wafat Rasul , sebab nash nabawi dan syari’at ilahi tetap berlangsung ... dst.

Maka para ulama Syi’ah berkeyakinan sebagaimana diungkapkan oleh ulama mereka Muhammad

Al-Mazandarani:

إِنَّ حَدِيْثَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ اْلأَئِمَّةِ الطَّاهِرِيْنَ قَوْلُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَلاَ اخْتِلاَفَ فِيْ أَقْوَالِهِمْ كَمَا لاَ اخْتِلاَفَ فِيْ قَوْلِهِ تَعَالَى, وَجْهُ اْلاِتِّحَادِ ظَاهِرٌ لِمَنْ لَهُ عَقْلٌ سَلِيْمٌ, وَطَبْعٌ مُسْتَقِيْمٌ
.
“Sesungguhnya hadits setiap orang dari kalangan para imam yang suci adalah firman Allah . Tidak ada pertentangan dalam ucapan-ucapan mereka sebagaimana tidak ada pertentangan dalam firman Allah Ta’ala.

Bentuk kesatuannya jelas bagi orang yang memiliki akal sehat dan tabi’at yang lurus.”(6)

Dia juga berkata:

فَإِنْ قُلْتَ: يَجُوْزُ مَنْ سَمِعَ حَدِيْثاً عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ أَنْ يَرْوِيَهُ عَنْ أَبِيْهِ أَوْ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَجْدَادِهِ، بَلْ يَجُوْزُ أَنْ يَقُوْلَ: قَالَ اللهُ تَعَالَى!
قُلْتُ: هَذَا حُكْمٌ آخَرُ غَيْرُ مُسْتَفَادٍ مِنْ هَذَا الْحَدِيْثِ, نَعَمْ, يُسْتَفَادُ مِمَّا ذُكِرَ سَابِقًا مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ بَصِيْرٍ وَرِوَايَةِ جَمِيْلٍ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ جَوَازُ ذَلِكَ بَلْ أَوْلَوِيَّتُهُ.

“Jika Anda berkata: Berdasarkan hal ini maka boleh orang yang mendengar satu hadits dari Abu Abdillah untuk meriwayatkannya dari ayahnya atau dari salah seorang kakeknya, bahkan dia boleh berkata: “Allah Ta’ala berfirman”!

Aku katakan bahwa ini adalah hukum lain yang tidak diambil dari hadits ini. Benar, bisa dipetik dari apa yang telah disebutkan tadi dari riwayat Abu Bashir dan riwayat Jamil dari Abu Abdillah bolehnya hal tersebut dan bahkan utamanya hal tersebut.”(7)

Ulama mereka Al-Kulaini membuat satu bab:

بَابُ: اَلتَّفْوِيْضِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَإِلَى اْلأَئِمَّةِ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ فِيْ أَمْرِ الدِّيْنِ

“Bab menyerahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi dan kepada para imam ‘alaihimus salam perkara agama.”(8)

Catatan:
Bagi yang mencermati ucapan ini serta menguraikan dimensinya akan mendapati bahwa tujuan dari hal tersebut adalah merubah agama Islam dan Syari’at Penghulu Manusia , yang dilakukan oleh para ulama Syi’ah atau sebagian mereka atau oleh orang-orang bodoh di kalangan mereka atau dan seterusnya! Kenapakah mereka tidak berpegang kepada apa yang mereka riwayatkan dari Nabi dan dari para imam bahwa mereka berkata:

 إِذَا جَاءَكُمْ مِنَّا حَدِيْثَانِ فَاعْرِضُوْهُمَا عَلَى كِتَابِ اللهِ، فَمَا وَافَقَ كِتَابَ اللهِ فَخُذُوْهُ، وَمَا خَالَفَهُ فَاطْرَحُوْهُ

“Jika datang kepada kalian dari kami dua hadits, maka timbanglah keduanya dengan Kitabullah. Mana yang sesuai dengan Kitabullah maka ambillah dan mana yang menyelisihinya buanglah.”(9)

Hendaklah mereka mengingat firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala:

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يَالَيْتَنَا أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُوْلَا (66) وَقَالُوْا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا (67) رَبَّنَا ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا (68)
 [الأحزاب: 66-68]

Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata;:"Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar". (QS. Al-Ahzab: 66-68).

Referensi Utama:
Judul Asli    :عقائد الشيعة الإثني عشرية
Penulis        : Abdurrahman Bin Sa’d bin Ali Asy-Syatsri.
Penerbit    : Maktabah Ar-Ridhwan, cetakan IX, tahun 1430 H/ 2009 M.

________________________________
1-    Ashlu Asy-Syi’ah Wa Ushuluha hal. 81 (Tamhid Wa Tathi’ah).
2-    Al-Fushul Al-Muhimmah Fi Ushul Al-A’immah (II/ 595 hadits nomor 5 bab ‘Admu jawaz istinbath syai’in minal ahkam an-nazhariyyah min zhawahir Al-Qur’an illa ba’da ma’rifati tafsiriha wa nasikhiha wa muhkamiha wa mutasyabihiha minal a’immah ‘alaihimus salam) dan Wasa’il Asy-Syi’ah Ila Tahshil Masa’il Asy-Syari’ah (XVIII/ 323 hadits nomor 12, bab tahrimul hukmi bighairil kitab was sunnah wa wujubi naqdhil hukmi ma’a zhuhuril khatha’. Keduanya karya Muhammad bin Al-Hasan Al-Hur Al-‘Amili (w 1104 H).
3-    Basha’ir Ad-Darajat Al-Kubra Fi Fadha’il Ali Muhammad Shalawatullah ‘Alaihim Ajma’in karya Abu Ja’far Muhammad bin Al-Hasan bin Farrukh Ash-Shaffar (w 290 H): I/ 138, hadits nomor 3 (bab Fil A’immah Wa Annahum Hujjatullah Wa Babullah Wa Wulatu Amrillah Wa Wajhullah Alladzi Yu’ta Minhu Wa Janbullah Wa ‘Ainullah Wa Khazanatu ‘Ilmih Jalla Jalaluhu Wa ‘Amma Nawaluhu) dan Ushul Al-Kafi: I/ 138 hadits nomor 1 (Bab annal a’immah ‘alaihimus salam wulatu amrillah wa khazanatu ‘ilmih).
4-    Al-Baladul Amin Wad Dir'ul Hashin karya Ibrahim Al-Kaf’ami (w 900 H): hal. 418 (Az-Ziyarah Al-Jami’ah) dan Mustadrak Al-Wasa’il: I/ 404 nomor hadits umum 12262 nomor khusus 5 (Bab nawadir ma yata’llaq bil mazar).
5-    I’lamul Wara Bi A’lamil Huda karya Al-Fadhl bin Al-Hasan Ath-Thabrasi (w 548 H): hal. 274 (Ar-Ruknu Ats-Tsalits: Fi dzikril imam al-baqir ‘alaihis salam, al-fashlur rabi’: fi dzikri tharfin min manaqibihi wa khasha’ishihi wa nubadz min akhbarihi).
6-    Syarh Ushul Al-Kafi karya Muhammad Shalih Al-Mazandarani (w 1081 H): II/ 225 (bab riwayatul kutub wal hadits wa fadhlul kitabah wat tamassuk bil kutub).
7-    Referensi di atas.
8-    Ushul Al-Kafi: I/ 191-194 (Kitabul Hujjah), disebutkan dalamnya sepuluh hadits.
9-    Al-Istibshar Fima Ikhtalafa Fihi Minal Akhbar karya Abu Ja’far Muhammad bin Al-Hasan Ath-Thusi (w 460 H) yang dijuluki di kalangan mereka sebagai Syaikh Tha’ifah (Syaikh Kelompok): I/ 144-145 hadits nomor 9 (bab al-khamr yushibu ats-tsaub wan nabidz al-muskir) dan Wasa’il Asy-Syi’ah: XIV/ 441 hadits nomor 3 (Bab anna man tazawwaja imra’atan hurrimat ‘alaihi ummuha wa jaddatuha wa in lam yadkhul biha).

Sumber: Al-Ustadz Sufyan Saladin hafizhahullah.

Leave a Reply